Salwatul Ahzan

SINOPSIS

Kita sering menganggap materi duniawi adalah segala-galanya. Saat kita tak mendapatkannya atau berhasil mendapatkannya tetapi hilang, kita sangat bersedih dan gundah gulana, bahkan hingga depresi. Kita merasa dunia seperti tak bersahabat dengan kita, atau dunia telah kiamat. Tak ada yang dapat kita lakukan selain meratap dan menunggu nasib tanpa pernah mau bangkit atau mencari solusi untuk lepas dari kesedihan. 

Padahal, dunia bukanlah segala-galanya. Karena itu, kita tak layak bersedih karena materi duniawi. Justru yang harus membuat kita sedih adalah ketika kita kita jauh dari Allah akibat terlalu menjadikan materi duniawi sebagai orientasi hidup kita. Jadi, kondisi jiwa atau spiritual yang hampa tanpa Allah itu sesungguhnya yang harus membuat kita sedih, karena Allah adalah segala-galanya. 

Melalui petuah-petuah dan kisah-kisah sarat hikmah dan pelajaran hidup dari para sahabat Nabi, tabiin, dan tabiut tabiin ahli makrifat dan zuhud, dalam buku ini, kita diingatkan kembali tentang hakikat dunia dan cara kita lepas dari kesedihan karenanya. Cara-cara mereka sangat efektif, selain dapat meredam hasrat yang berlebihan terhadap dunia, juga untuk lebih mendekatkan kita kepada Allah. Sebuah buku klasik nan inspiratif dari ulama besar Ibnu al-Jauzi.

“Aku tidak mengetahui ada ulama yang menulis kitab dengan sangat baik selain Ibnu al-Jauzi.” —Imam adz-Dzahabi (w. 748 H), penulis Siyar A‘lâm an-Nubalâ’

“Ibnu al-Jauzi memiliki keunggulan dalam metode dakwah, tutur kata, susunan kalimat, kedalaman penjelasan, dan pendekatan kepada hal-hal baru. Hal itu bisa dilihat dari ungkapannya yang ringkas dan mudah dipahami.” —Ibnu Katsir (w. 774 H), penulis Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm

PENULIS

IBNU AL-JAUZI. Lengkapnya, Abu al-Faraj Jamaluddin Abdurrahman bin Ali bin Ubaidillah bin Abdillah bin Hammadi bin Ahmad bin Muhammad bin Ja‘far al-Jauzi. Lahir di Baghdad tahun 508 H. Ada yang mengatakan 509 H, 510 H, 511 H, dan 512 H. Dia menguasai banyak ilmu, seperti tafsir, hadis, fikih, sejarah, dan bahasa. Dia juga dikenal sebagai pendakwah yang sangat populer pada masanya. Orang-orang selalu berjubel menghadiri majelisnya dari pagi, padahal majelisnya dimulai setelah asar. Guru-gurunya sangat banyak, dan sebagian besar adalah para ulama besar dan ahli di bidangnya. Karya-karyanya juga sangat banyak, dan sebagian besar masih berupa manuskrip. Di antara yang sudah dicetak: Zâd al-Masîr fi ‘Ilm at-Tafsîr, Talbîs Iblîs, Bahr ad-Dumû‘, ath-Thibb ar-Rûhâni, Shifah ash-Shafwah, Hifzh al-‘Umr, at-Tadzkirah fi al-Wa‘zh, al-Mudhisy, al-Maudhû‘ât, at-Tabshirah, al-Adzkiyâ’, al-Lathâ’if, Bustân al-‘Arifîn wa Riyâdh as-Sâmi‘în, Shaid al-Khâthir, Qiyâm al-Lail, dan lain-lain. Dia wafat pada 12 Ramadhan 597 H. Setahun kemudian, istrinya menyusul wafat.